Minggu, 12 Maret 2023

Cinta, Apakah Kau Mempercayaiku?


Malam ini, isi kepalaku bersahutan, mempertanyakan perkara usang yang tak pernah lapuk dimakan zaman, meski segala jenis tipe generasi manusia telah bermunculan dalam pergilirannya.

Apakah kau percaya cinta?
Pertanyaan ini membawaku ke banyak lintasan pertanyaan lainnya yang muncul hingga kubaca kembali apa yang pernah kutulis di sini: https://serahimaksara.blogspot.com/2021/09/apakah-kau-pernah-merasakan-jatuh-cinta.html 
Lalu, apa kau masih seperti dirimu saat menuliskan itu? 
Sepertinya begitu. Kau tahu? Hal apa yang paling dibenci orang-orang yang pernah dihancurkan kepercayaannya oleh cinta yang dahulunya terasa agung dan begitu tulus mereka berikan? 
Hal semacam apa?
Pengulangan pola serupa yang dirasakan pesakitan cinta dari luka-luka yang didapatinya. 
Jenis luka-luka seperti apa?
Luka pengkhianatan, pengabaian hingga kemelekatan. 
Bagaimana luka ini berdampak pada mereka?
Peninggalan luka-luka semacam ini, akan menjadi bahan bakar pemikiran dan perasaan para pesakitan cinta untuk menguji dirinya, orang-orang yang mengaku mencintainya bahkan keberadaan cinta itu sendiri secara realitis. Apakah cinta cukup bisa bekerja menyembuhkan mereka, atau, memperdalam duka trauma yang kian membuat mereka mengalami krisis kepercayaan akan cinta dan mengambil pilihan hidup berkebalikan.
Luka pengkhianatan, membuat mereka sulit membuka diri apalagi membiarkan orang-orang masuk begitu saja kedalam hatinya. Batasan yang dibuatnya seperti pertahanan tembok baja tinggi-tebal-berlapis, tidak mudah diluruhkan apalagi dijangkau orang-orang, kecuali, mereka pernah mengalami luka yang sama sehingga pemahaman mereka tentang rasa sakit semacam ini bisa berada di horizon yang sama.
Luka pengabaian, membuat mereka mencari perhatian dalam bentuk apapun kepada orang-orang di sekeliling mereka agar mendapatkan cinta untuk mengisi kekosongan ruang hati mereka. Atau justru malah kebalikannya, mereka mengambil pilihan over-independent yang berarti tidak bergantung dan tidak membutuhkan seseorang untuk selalu berada di samping mereka dalam situasi-kondisi sulit.
Luka kemelekatan, membuat mereka melepaskan diri kelekatan atau kedekatan apapun dengan cara tidak menaruh rasa sayang dan kepedulian melebihi apa yang mereka takar dari batasan yang mereka punya terhadap orang lain diluar dirinya. Sehingga, ketika mereka merasakan kemelekatan menyayatnya dengan rasa cemas akan pengabaian atau kebergantungan, pertahanan diri mereka berbunyi dan meminta mereka keluar dari lingkaran tersebut dengan cara membuang jauh-jauh rasa peduli yang tadinya mereka miliki.
Lalu, pola lukamu ada di bagian mana?
Mungkin ketiganya. Kejadian kecil apapun yang membawa ingatanku pada pola serupa di masa lalu, bisa menjadi sebuah trigger atau pemicu, dan pada akhirnya membuatku kembali mempertanyakan cinta dari lelaki manapun atau orang-orang yang mengaku menyayangi dan mencintaiku. Sebab itulah, aku yang sekarang adalah seseorang yang membuat batasan ketat untuk tidak membagikan segala hal yang sifatnya personal kepada orang-orang, mengambil pilihan yang mengarah pada over independent dan enggan melekatkan diri pada siapapun yang bisa menimbulkan ketergantungan bagiku. Begini, lebih mendamaikan bukan? Dan, inilah caraku mempertahankan hidup yang merdeka dari rasa sakit sampai dengan saat ini.
Apakah perasaanmu masih sakit mengingat luka-lukamu? 

Entahlah. Hanya dominasi rasa marah yang sanggup mendaras lumbung air dalam hatiku saat mengingatnya. Bedanya, aku tidak lagi merasakan keterpurukan seperti dahulu. Aku, bisa menjalani hidupku secara normal sebagaimana standar keumuman yang dilakukan orang-orang selama menjalani kehidupan mereka. Atau mungkin, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya bersedih hingga kemarahan-kemarahankulah yang kupersembahkan pada air mata untuk menggantikan manifestasi dari kedukaan.

Kalau begitu, apakah benar-benar tidak ada yang bisa kau percayai dari cinta?
Kukembalikan pertanyaan itu kepada semesta, apa dan bagaimana seorang pesakitan ini bisa mempercayai cinta? Hai, Semesta, apakah kau bisa memberikanku jawaban? Jawaban yang memeluk semua rasa sakitku? Jawaban yang meluruhkan seluruh raguku bahwa cinta sebenar-benarnya cinta memang ada? Jawaban yang mampu membunuh ilusi dan fatamorgana yang dialami para utopis cinta? Jawaban yang menjadi bukti nyata adanya dan kurasakan secara real. Aku sudah bosan. Sangat bosan. Dan aku, semakin sulit tergugah dengan romantisme apapun yang ditunjukkan oleh para pemuja cinta.

Tahukah kau, suatu pertanyaan yang ingin kuajukan? Pertanyaan ini, sedikit mirip dengan pertanyaan awal yang muncul di kepala dan menjadi percakapan singkat kita tentang cinta.

Pertanyaan soal mengapa kau harus percaya pada cinta?

Bukan. Tapi pertanyaan berkebalikan. Dengarkan baik-baik, Cinta, apakah kau mempercayaiku? 
Dan Semesta, jawablah dengan bukti yang bisa kurasakan bahwa cinta mempercayaiku, pun sebaliknya, agar aku tak lagi menguji cinta dari luka-luka yang pernah kudapati dan menjadikan cinta sebuah material yang terus menerus kupertanyakan dimana letak keindahannya.


-V.E.P, 12.03.23

0 komentar:

Posting Komentar