Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Minggu, 25 Oktober 2020

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri




Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang belajar mencintai diriku sendiri, hadir menerima bagian dari diriku dan keterhubungan dengan diriku sendiri. Dengan begitu ... aku tak mudah hancur lebur oleh hantaman cobaan atau mabuk terlena dengan kebahagiaan yang diberikan dunia. Dan kakiku bisa tetap seimbang melangkah dengan hati yang luas, seluas semesta-Nya.


Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang perjalanan sepanjang hayat seorang aku dalam mencintai diriku sendiri dengan cara yang bijaksana.
Mencintai diriku sendiri untuk menemukan jati diri yang diberikan-Nya sehingga aku kian mengenali diri-Nya melalui perenungan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang ada pada diriku sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Mencintai diriku sendiri untuk menemukan maksud dan tujuan hidup yang amanahi-Nya melalui segala potensi yang Sang Pencipta bekali pada diri ini. 
Mencintai diriku sendiri untuk bisa melihat dan mengenali segala bentuk cinta-Nya yang Sang Maha Penyayang berikan di setiap detak kehidupanku.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang perjalanan kesadaran seorang aku, sesadar-sadarnya, saat hadir menerima setiap bagian dari diriku untuk senantiasa menyadari keberadaan-Nya.
Perjalanan kesadaran bahwa setiap yang hadir di hidupku hanya bersifat sementara dan tidak tetap.
Pikiranku, perasaanku, orang-orang beserta kehidupan yang disuguhkan dunia adalah sekumpulan materi perjalanan kesadaran yang sejatinya mengingatkanku untuk selalu berpegang kepada-Nya dalam setiap tarikan dan embusan napasku. Hanya kepada-Nya, satu-satunya, Yang Maha Kekal lagi Abadi.
Perjalanan kesadaran bahwa setiap yang hadir di hidupku adalah pemberian-Nya yang terbaik untukku.
Pikiranku, perasaanku, apa yang hidup di dalam diriku, apa yang hidup di luar diriku, apa yang terhubung dengan kehidupanku adalah pemberian-Nya, yang Sang Maha Mengetahui, sangat tahu bahwa itu semua adalah navigasi pembelajaran yang aku butuhkan untuk terus belajar menerima dan memahami pesan-pesan-Nya agar aku tak salah mengenali arah dan tujuan hidupku atau keluar dari lintasan terbaik yang memang khusus Allah sediakan untukku.
Perjalanan kesadaran bahwa dalam ketidaksadaran sekalipun, seluruh bagian dari diriku mesti tetap berusaha menghadirkan diri untuk selalu mengingat-Nya.

Sesuatu yang tak mampu kujangkau dengan pemikiran, perasaan dan segala potensi yang kupunyai sebagai manusia; yang belum mampu kumaknai pesan-pesan-Nya secara sadar; yang berada di luar kendaliku; yang menjatuhkanku pada ketidaksadaran adalah cara-Nya menyadarkanku bahwa untuk kembali pada kesadaran diri adalah dengan lebih dulu dan terus-menerus mengingat-Nya sebagai Kesadaran Maha Tinggi yang Maha Mengawasi dalam ketidaksadaran manusia sekalipun.


Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang menyadari dengan penuh kesadaran kepada siapa seharusnya ujung keterhubungan diri ini mesti tetap terhubung.
Keterhubungan dengan diri sendiri adalah jalan untuk tetap terhubung dengan-Nya secara sadar, sesadar-sadarnya, dalam tiap jengkal perjalanan kehidupan yang ditempuh dan keputusan demi keputusan hidup yang dipilih.
Keterhubungan dengan diri sendiri adalah proses menghidupi pemahaman dalam diri tentang muara kemana semestinya aku selalu bergantung, menuju dan berpulang sehingga diri tak terpasung oleh validasi penilaian mata, telinga dan mulut manusia untuk menjalani hidup yang diberikan-Nya dengan sebaik-baiknya sebagai dan menjadi manusia.


-Vinny Erika Putri, 25.10.20

Jumat, 16 Oktober 2020

Dandelion

 


Aku tak mesti tumbuh di taman yang menyuguhkan keindahan bunga pada orang-orang
Atau mengikuti kemana arah cahaya matahari muncul
Apalagi mati-matian bertahan dari terpaan angin untuk tetap melekat pada tangkai batang

Tapi... aku berjanji, pada setiap bagian dari diriku
Untuk sanggup mengikuti kemanapun badai membawaku
Dan tetap tumbuh berkembang sekalipun di lingkungan baru yang tak menyamankan
Sebab... kebertahanan hidup, kenyamanan dan kedamaian itu adalah diriku sendiri. Utuh, sebagai diriku.

-Vinny Erika Putri, 16.10.20

Selasa, 13 Oktober 2020

Mungkin Saja, Hatimu Masih Tetap Mengingat Tuhan

 


Mengalami KDRT dari orang tua saat ekonomi keluarga dalam kondisi sulit; terjerumus di lingkaran pertemanan yang membawamu pada kebiasaan mabuk dan narkoba; meninggalkan begitu saja perempuan yang benar-benar menyayangimu di masa-masa sulit itu karena bullying dari teman-temanmu yang melakukan body shaming terhadap kekurangan perempuan tersebut yang akhirnya membuatmu malu memilikinya; sempat merasakan berada dalam bangsal Rumah Sakit Jiwa saat rehabilitasi nafza; dan mungkin banyak lagi hal yang belum kau ceritakan secara utuh. 

Sahabat, saat aku mengetahui kisah masa lalumu yang baru kau ceritakan setahun ini, aku sempat mempertanyakan benarkah realita hidupmu sedemikian dramatis atau takdirmu yang memang sungguhan gila?

Jika itu tidak benar, aku tak akan berpikir dan bertanya lebih jauh lagi. Tapi, oleh sebab aku cukup mengenalmu saat kita berada di satu grup kepenulisan online dengan intensitas komunikasi yang dulu pernah terbangun juga hubungan yang masih baik sampai dengan sekarang, aku memilih untuk mempercayai kisahmu. Dengan kata lain, kuanggap, takdimu memang sungguhan gila.

Tapi ... kau berhasil keluar dari semua itu. Kau bermetamorfosa dan bertransformasi tanpa melupakan sama sekali bahwa masa lalu ikut andil membentukmu yang sekarang. 

Apa yang membuatmu mampu melewati semua itu (dengan atau tanpa luka batin yang dibawanya)? Apakah sebab cinta dari orang-orang yang sempat hadir di hidupmu sedikit memberikan kebertahanan dalam menghadapi takdirmu? Yang bahkan setelah kau telah bertransformasi, keberadaan mereka masih membenak di kepalamu hingga membuatmu ingin membukukan kisah tersebut sebagai bentuk permintaan maafmu kepada mereka sekaligus pemaafan terhadap dirimu sendiri? Ataukah ada alasan lainnya yang menjadi musabab?

Lebih jauh lagi, kubertanya-tanya, "Apakah pada saat kegelapan mengepungmu dan membuatmu berputar-putar di jalan yang tak tentu arah tujuan, kau sempat merasakan kehilangan diri sendiri? Jika iya, bagaimana rasanya? Dan jika tidak, apa yang membuatmu bertahan tidak kehilangan dirimu?"

Pertanyaan yang kuajukan tak hanya berhenti sampai di situ. Pertanyaan krusial pun semakin banyak berlintasan di kepalaku. 
Pernahkah kau memaki dan menggugat takdir?
Pernahkah kau marah pada Tuhan?
Pernahkah kau melepaskan segala ritual peribadatan yang menjadi jembatan bagimu mendekati-Nya?

Dari gambaran kisahmu ini, sebagai manusia yang fakir ilmu, dan dengan pengalaman terbatas yang tak pernah berada di posisimu, aku tergagap-gagap mencerna soal hubunganmu dengan Tuhan yang akhirnya menggiringmu meretas kegelapan dan berjalan kembali menuju-Nya. Aku menanyakan hal yang serupa pada Tuhan seperti pertanyaan yang kutanyakan padamu.

Aku bertanya pada-Mu, Duhai Tuhan Semesta Alam, soal orang-orang yang Engkau pilih untuk kembali pulang ke jalan-Mu:
Apakah Engkau sangat marah saat hamba-Mu memaki dan menggugat maha karya skenario yang Engkau tetapkan untuknya? 
Ataukah Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, jauh lebih paham dan menganggap bahwa itu hanyalah rengekan seorang anak kecil dimana hamba-Mu sedang belajar mengenali dirinya sendiri, mendewasa bersama waktu untuk menerima takdir dari-Mu dan akhirnya memahami bahwa apapun pemberian-Mu adalah yang terbaik?
Apakah Engkau benar-benar melepaskan diri dari hamba-Mu ketika dia memutus serangkaian ritual peribadatan yang (menurut orang-orang alim) menjadi jembatan keterhubungan antara Engkau dan hamba-Mu? 
Ataukah Engkau Yang Maha Pemberi Hidayah lagi Maha Membimbing hanya sengaja memberikan hamba-Mu waktu berputar-putar kebingungan sejenak dalam labirin sampai kembali menemukan arah jalan keluar dan memberikan pembelajaran tentang makna keterhubungan yang paling murni dan kekal abadi hanyalah dengan-Mu?
Apakah Engkau benar-benar murka semurka-murkanya atas dosa-dosa yang hamba-Mu perbuat selain dosa menyekutukan-Mu? 
Ataukah Engkau Yang Maha Suci lagi Maha Benar sedang menundukkan kesombongan yang ada pada diri manusia agar tidak berpikir dan merasa dirinya sebagai makhluk yang paling suci diantara sesamanya serta mencegahnya dari kebodohan lisan yang mudah menghakimi orang-orang yang tengah berada dalam kekelaman hidup dari sudut pandang hamba-Mu yang terlampau sempit dan dangkal?

Lalu, sebuah suara dalam batin, yang memanifestasikan diri dalam pemikiran juga perasaan, mengatakan sesuatu tentangmu, Sahabat:
Mungkin saja, hatimu masih tetap mengingat Tuhan. Sekalipun kau dalam kegelapan, dirimu masih  selalu menyebut nama-Nya terlepas dijalankan atau tidaknya ritual peribadatan tertentu di masa-masa tersebut. 
Mungkin saja, hatimu masih tetap mengingat Tuhan. Sekalipun kau dalam kegelapan, jiwamu masih selalu mencari keterhubungan dengan-Nya melalui makna kekosongan-kekosongan yang kau alami dan kau rasakan dalam hidupmu.

Oleh sebab itukah Tuhan masih mengawasimu dan tak benar-benar meninggalkanmu sehingga kau tak kehilangan dirimu sendiri?

Oleh sebab itu pulakah, akhirnya, dirimu mampu menemukan pintu keluar dari kegelapan dan memahami ke mana seharusnya jalan pulang itu menuju, wahai Sahabat?

Mungkin saja sebab hati hamba-Mu masih tetap mengingat-Mu meski dalam kegelapan, Engkau tak berpaling darinya. Mungkin saja begitukah, Duhai Rabb Semesta Alam?

-Vinny Erika Putri, 13.10.20

Sabtu, 10 Oktober 2020

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri



Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang bagaimana aku berproses untuk belajar mencintai diriku sendiri. Yang bahkan, pada awalnya, dalam perkara ini sama tak mudahnya dengan perkara mencintai orang lain. Saat belajar mencintai diri sendiri, terkadang, batin tak luput dari banyak pertentangan yang justru melukai diriku sendiri. Ya, melukai diri sendiri saat kurasakan penolakan-penolakan diri atas kelemahan/kekurangan yang kumiliki; memaki dengan jengkel atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat diri; atau merutuk kesal ketika terjadi ketidaksesuaian antara realita dengan harapan yang diinginkan. Sampai akhirnya, aku memahami makna dari menerima diriku sendiri untuk bisa mencintai diri sendiri. Dan ini, prosesnya berlangsung seumur hidup dengan tingkat ujian kehidupan yang berbeda-beda di setiap fasenya.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah hadir secara nyata menerima bagian dari diriku. Utuh. Bahkan untuk sesuatu yang dianggap buruk dan tidak menyamankan.
Hadir menerima pikiranku. Pikiran yang tak henti-hentinya berpikir. Pikiran yang haus akan rasa ingin tahu. Pikiran yang imajinatif. Pikiran yang berpikir jauh ke depan. Pikiran yang terus berkembang tanpa batas. Pikiran yang berdiri sendiri. Pikiran baik. Pikiran buruk. Pikiran jahat. Pikiran suci. Pikiran yang terkadang menghasilkan pemikiran rumit, kompleks dan sulit dipahami orang lain.
Hadir menerima perasaanku. Perasaan yang mengandung banyak emosi nyata didalamnya. Emosi dari rasa marah, kecewa, khawatir, takut, sedih, senang, bahagia, tentram, damai, tenang dan bentuk emosi lainnya yang datang silih berganti. Terkadang saling menyeimbangkan. Juga bisa menumbangkanku saat aku berada dalam situasi kondisi tertentu.
Hadir menerima realita keberadaan orang-orang di garis hidupku. Orang-orang yang hanya singgah menyisakan luka-luka sekaligus mengajariku bagaimana cara untuk sembuh. Orang-orang yang datang dan pergi dalam sekejap namun memberikan banyak hikmah kebaikan. Orang-orang yang memutuskan pergi oleh beberapa sebab setelah sempat menetap beberapa waktu. Orang-orang yang masih memilih bertahan bersamaku.
Hadir menerima realita keberadaanku di garis hidup orang-orang. Aku sebagai orang yang ditakdirkan singgah menitipkan luka-luka pada hati mereka. Aku sebagai orang yang datang dan pergi dalam sekejap namun meninggalkan (mungkin) sedikit ingatan baik untuk mereka. Aku sebagai orang yang memutuskan pergi dari mereka oleh beberapa sebab setelah sempat menetap beberapa waktu. Aku sebagai orang yang memilih bertahan menetap bersama mereka.
Hadir menerima takdirku. Takdir terang maupun gelap. Hitam maupun putih. Pahit maupun manis. Suka maupun duka. Atau mungkin juga takdir yang masih abu-abu.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah sebuah keterhubungan dengan diri sendiri untuk bisa memaknai semua yang terjadi dalam hidupku secara sadar.
Keterhubungan dengan pikiranku. Terhubung dengan apa yang kupikirkan, bagaimana pikiranku bekerja menilai dan memahami sesuatu dalam hidup juga dampak tindakan yang dihasilkan darinya.
Keterhubungan dengan perasaanku. Terhubung dengan semua perasaan yang dititipkan-Nya padaku, baik yang menyamankan ataupun tidak menyamankan dan merengkuhnya untuk dipahami agar tak terpuruk terlampau lama ataupun bahagia secara berlebihan.
Keterhubungan dengan jiwaku. Terhubung dengan segala bentuk manifestasi diri dalam jiwa, baik jiwa yang putih terang ataupun hitam pekat untuk mengajarinya kebijaksanaan dalam berpikir, bertindak juga berperasaan. Pula untuk memberinya arah dan tujuan hidup.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Bukanlah tentang mengkultuskan diri dan mengabaikan keberadaan orang lain apalagi menganggap diri-Nya tak ada. Tapi tentang belajar mencintai diriku sendiri, hadir menerima bagian dari diriku dan keterhubungan dengan diriku sendiri. Dengan begitu ... aku tak mudah hancur lebur oleh hantaman cobaan atau mabuk terlena dengan kebahagiaan yang diberikan dunia. Dan kakiku bisa tetap seimbang melangkah dengan hati yang luas, seluas semesta-Nya.

-Vinny Erika Putri, 10.10.20, Perjalanan kontemplasi dariku untuk diriku sendiri.