Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Sabtu, 22 Agustus 2020

#6. Untukmu yang Masih Entah

 



Untukmu yang masih entah...
Kau masih saja entah
Tak teraba dalam semesta hatiku
Aku bahkan tak tahu, nama siapa yang mesti kusebut
dalam rapal doa-doaku hingga kini

Untukmu yang masih entah...
Aku masih saja mengeja dengan terbata-bata
Tentang rasa yang tengah bersemayam di hati
Pada sosok yang diam-diam kulihat dari jauh

Untukmu yang masih entah...
Terkadang di suatu masa ada jerit yang kulepaskan
Dan menggema dalam semesta jiwaku
Memantulkan kegaduhan perasaan di sana
Tentang sebuah rasa yang kuperam-peram
Tentang kisah perempuan yang menyukai dalam sunyi
Sebab, hatiku tak berpunya keberanian 
Untuk mengungkapkan rasa dalam terang kata

Untukmu yang masih entah... 
Sampai kapan, keentahan ini berakhir?
Aku ... saat ini tengah berada di titik lelah
Berdiri diantara titik keraguan dan keyakinan
Menemukan sosok yang menjadi takdir semesta hatiku

Untukmu yang masih entah...
Meski lelah berkali-kali membuatku kerap patah
Tapi, aku tetap tak boleh menyerah bukan?

-Vinny Erika Putri, 22.08.20

Selasa, 11 Agustus 2020

Hai, Sulung!


Hai, Sulung!
Ibu menitipkan saudaramu yang terlahir berkebutuhan khusus 
Dimana dunia memandangnya tidak dalam standar kenormalan
Dan kau sendiri pun masih terbata-bata mengejanya sebagai anugerah
Yang belum bisa kau pecahkan bagaimana menjadikannya sebaik-baik anugerah

Hai, Sulung!
Ayahmu menitipkan rumah beserta isinya untuk kau rawat baik-baik 
Dan menjadikannya sebagai tempat berlindung untuk adik-adikmu
Katanya, kau adalah anak yang menjadi tumpuan, asa dan harapannya

Hai, Sulung!
Ibumu berpesan untuk selalu saling rukun sama lain
Memintamu meluaskan lautan kesabaran 
Berkata-kata pasrah yang lebih mirip dengan rasa bersalah padamu
Sekaligus mendoakan kebaikan untukmu dan adik-adikmu

Hai, Sulung!
Ada getar dalam kata-kata ibumu yang kuat-kuat ditahannya agar tak menjelma bulir-bulir embun
Ada ayah yang hanya diam menyembunyikan kesedihannya atas sebagian perasaan kegagalan sebagai ayah
Ketika hari ini tiba-tiba membicarakan sesoal tanggung jawab yang akan kau pikul
Kelak ketika jantung mereka tak lagi berdetak

Hai, Sulung!
Katamu pada ibu bapak, dengan nada ditegar-tegarkan dan membesarkan keyakinan di tengah rasa takut yang mengetuk-ngetuk talu, "Pinta doaku hanya satu, minta dikuatkan. Lebih kuat dari tanggung jawab yang diamanahkan padaku."

Lebih kuat dari ketakutan itu sendiri untuk melindungi apa yang mesti kulindungi dari keluarga ini, gumammu dengan hati yang tak menentu

Hai, Sulung!
Aku paham apa yang kau rasakan
Aku tahu. Ada hangat yang rebak di sepasang matamu yang kaukekang kuat-kuat saat itu. Kau tak ingin menambah rasa bersalah mereka atas tanggung jawab yang mereka amanahkan padamu.

Aku paham. Tak mudah menjadi sulung perempuan sepertimu. Bahumu mesti lebar dan kuat. Kakimu tak boleh patah untuk tetap melangkah dengan asa, harapan dan cita yang dipikulkan di bahumu.

Aku mengerti. Ada jerit yang menggema dalam batinmu saat jiwamu merasakan penat. Ada tangis yang mengalir deras dalam diam ketika pundakmu terasa tak sanggup memikul, napas mulai sesak tercekik lelah dan kakimu butuh jeda untuk mengumpulkan remah-remah kekuatan. 

Bahkan, aku bisa membaca dan merasakan hatimu saat tak baik-baik saja dengan kesulunganmu.
Hai, Sulung!
Kemarilah, kan kurengkuh engkau dengan segala keautentikanmu
Mendekatlah, aku selalu ada di dunia yang sama, di semesta jiwamu
Merentang tangan menyambutmu kembali sejauh apa pun kau melangkah
Menyediakan telinga dan hati untuk mendengarkan ceritamu
Saat tak ada yang bisa kaulakukan selain menangis dengan keras di sana, di semesta jiwamu

Hai, Sulung!
Maukah kau dengarkan kata-kataku untukmu, setulus-tulusnya?
Hai, Sulung! Terima kasih telah terlahir menjadi sulung perempuan. Tak mesti selalu kuat memikul. Tapi juga tak mudah menyerah begitu saja. Tak harus selalu tangguh tanpa tangisan. Tapi juga tahu cara menyeka air mata dengan tanganmu sendiri.

Hai, Sulung! Terima kasih telah terlahir menjadi sulung perempuan. Tak mesti selalu berpunya kesabaran. Tapi juga tak padam berjuang saat menghadapi masa-masa sulit dan menaklukan badai hidupmu. Tak selalu berpunya kelembutan. Tapi juga tahu mana yang mesti kau jaga dan kau lindungi dengan tegas. 

Hai, Sulung! Terima kasih telah terlahir menjadi sulung perempuan. Tak berpunya keinginan besar untuk dipahami sekeliling. Tapi sangat mengerti bagaimana cara menerima dirimu seutuhnya. Tak selalu bisa mengungkapkan apa yang kau rasakan dan kau pikirkan. Tapi sangat memahami bagaimana cara menjadi andal untuk dirimu dan sekeliling.

Hai, Sulung! Terima kasih telah terlahir menjadi sulung perempuan. Aku adalah pecahanmu yang tak pernah meninggalkanmu sendirian. Yang Tuhan titipkan untukmu melihat cinta-Nya. 

Hai, Sulung!
Peluk erat untuk jiwamu
Aku, kau, mari saling menguatkan

-Vinny Erika Putri, 12.08.20