Surat ketiga untukmu
Bagaimana keadaanmu sekarang?
Sejauh mana impian-impianmu telah kau genggam?
Apakah langkahmu semakin dekat menujuku?
Aku masih di sini
Menunggumu
Kali ini, dengan kepala tegak
Dan harap yang tak lagi berdarah
Aku telah berpasrah pada waktu dan takdir yang ditetapkan-Nya untukku
Lalu, bagaimana denganku sekarang?
Aku sekarang?
Masih sama: merindukanmu
Impianku?
Jelang akhir tahun ini, aku membulatkan sebuah tekad
: melahirkan sebuah buku
Tentang anak-anak di mana dunia mereka menjadi salah satu kebahagiaanku
Tentang dunia saat-saat diriku larut bersama mereka
Tapi... mengapa rasanya sesulit ini?
Kerapkali aku merasa bagai pejuang yang kalah sebelum berperang atau mundur sebelum perang selesai
Aku melihat jauh di dalam sana, salah satu pecahanku terkungkung kekhawatiran
Kepercayaan diri yang biasanya melekat padaku seolah-olah mendebu
Yang bahkan debunya tak berani mendekati kungkungan itu
Dalam kungkungan kekhawatiran, kudapati kegelisahan acap meletik-letik
Hingga, kadang kegelisahan memaksa jeda yang terlalu lama untukku membekukan kata-kata
Mungkin, ada benarnya sebuah ungkapan: mengawali sesuatu membutuhkan keberanian besar, sementara menjaga keberanian dan tekad tetap menyala ketika kita telah berhasil memulai butuh keyakinan yang kuat.
Aku telah memulai
Tapi masih jatuh bangun membangun keyakinan untuk mempercayai diriku sendiri
Terkadang... disaat-saat seperti ini
Aku membutuhkan cermin yang mampu memperlihatkan pancaran sinarku lebih terang dari cerminku sendiri
Saat-saat seperti ini, memaksa rinduku pecah begitu saja
Rindu akan berakhirnya penantian ini
Hingga tak terasa pandangan mata ini mengabur
Ada hangat yang mengembun di sana
Dan luruh tanpa bisa kukekang
-Vinny Erika Putri, 28.12.17