Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Senin, 21 Maret 2022

Tentang Patah Hati Terhebatku

 
Tentang patah hati terhebatku,
aku bertanya pada diriku sendiri, "Patah hati terhebat apa yang pernah kualami dalam hidup?"
Lalu, ingatanku berputar tentang banyak hal: orang-orang dan kenangan yang disisakannya, rasa pahit kehilangan, cita-cita/impian yang dibunuh-paksa atau dilepaskan dengan ikhlas dan sesuatu lainnya yang sempat melukai hati.

Tentang patah hati terhebatku,
aku bertanya pada diriku sendiri, "Apakah tentang luka pengkhianatan atas cinta pertamaku atau cinta yang datang berkesudah?"
Jika memang peristiwa tersebut menjadi patah hati terhebatku, mengapa aku sanggup bertahan hidup hingga sejauh ini? Apakah kehilangan orang-orang tersebut menjadi patah hati terhebatku?

Tentang patah hati terhebatku,
aku bertanya pada diriku sendiri, "Apakah tentang luka kehilangan sebab dipisahkan kematian dengan orang yang aku sayangi?"
Jika memang rasa sakit kehilangan Simbah Putri Wonosobo, aku mengiyakan kesakitan yang nyeri perihnya tak lekang dimakan waktu hingga sekarang. Tapi, mengapa aku masih bertahan hidup sampai kini? Apakah tercabutnya bagian dari jiwaku menjadi patah hati terhebatku?

Tentang patah hati terhebatku,
aku bertanya pada diriku sendiri, "Apakah tentang membunuh paksa atau merelakan cita-cita dilepaskan demi hal lain yang mau tidak mau mesti dipilih?"
Jika memang kehilangan cita-cita/impian membuatku gamang dalam melangkah, aku menganggukkan kepala sebab pernah berada di fase tersebut. Tapi, mengapa aku masih saja gigih mempertahankan nyawa hingga detik ini?

Lantas, jauh didalam sana, sebuah suara berkata padaku, dan menjadi percakapan singkat antara aku dan dirinya. Dirinya, yang menjadi bagian dari diriku.
"Saat ini, hatiku patah."
"Karena siapa?" 
"Karenamu." 
"Karenaku? Mengapa?" 
"Kau mulai menghadirkan yang lain ketimbang diriku."
Tentang patah hati terhebatku,
malam ini aku terperangah, dan kembali bertanya pada diriku, "Patah hati terhebat apa yang pernah kualami dalam hidup?"
Langit hati tertikam ngilu. Seolah mencari jawab. Sesoal patah hati terhebat dalam hidupku.

Tentang patah hati terhebatku, 
adalah ketika aku tidak bisa melihat dan memahami diriku sendiri dengan jelas, jernih dan yakin;
adalah ketika aku tak mampu menemukan kedamaian batin bersama diriku yang autentik di kedalaman sana;
adalah ketika aku tak lagi percaya kepada diriku sendiri untuk menghadapi dan melewati segala hantaman tantangan dan kesulitan hidup yang kadang membuatku sekarat;
adalah ketika aku kehilangan keterikatan dengan diriku sehingga aku tak mampu merasakan kehadiran-Nya dalam wujud petunjuk apapun;
adalah ketika aku kehilangan diriku, yang artinya ... aku tak lagi bisa mengenali diriku sendiri, sehingga aku pun akan kehilangan-Nya.

Kemudian, aku bertanya pada semesta batinku, 
Adakah manusia lainnya yang pernah merasakan patah hati dengan diri sendiri?
Aku rasa, mungkin jawabannya tidak. 

Atau mungkin ... tentang patah hati terhebat yang terjangkau dalam pandanganku dan terasa oleh diriku, hanya bisa dipahami 1% dari populasi manusia di dunia.


-V.E.P, Dialog Malam, Monolog Diri.

Rabu, 02 Maret 2022

Ya Rabb, Aku Hanya Meminta Diri Sejatiku


Ya Rabb, aku tidak meminta orang-orang diluar diriku untuk membersamai hidupku dan bertahan disampingku sepanjang hayat. Sebab, aku menyadarinya sebagai permintaan yang mungkin sulit dan menyulitkan bagi diriku ataupun mereka.

Ya Rabb, aku tidak meminta orang-orang diluar diriku menerima dan memahamiku sebagaimana adanya diriku secara utuh-penuh-autentik. Sebab, aku menyadarinya sebagai permintaan yang mungkin akan menyiksa diriku ataupun membuat mereka kewalahan saat kata "saling" tak lagi sanggup ditemukan titik tengahnya.

Ya Rabb, aku tidak meminta orang-orang diluar diriku masuk kedalam lapisan inti diriku. Sebab, aku menyadarinya sebagai kerumitan dan kompleksitas yang amat sangat menguji kesabaran spiritual, mental dan emosional bagi mereka.

Ya Rabb, aku tidak meminta orang-orang diluar diriku sesoal cinta kasih. Sebab, aku menyadarinya sebagai hal yang mustahil terpenuhi sepenuhnya, semurni-murninya, setulus-tulusnya kecuali oleh tetesan-tetesan cinta kasih-Mu yang Kau perkenankan turun membasuh dan menyembuhkan luka-luka dalam perjalanan hidupku.

Ya Rabb, aku hanya meminta diri sejatiku. Yang Kau titipkan untuk mengarahkan jalan hidupku berjalan menuju-Mu. Yang amat sangat menerima dan memahamiku sebagaimana adanya diriku secara utuh-penuh-autentik. Yang padanya, tidak melekat kepalsuan diri apapun dari realitas dunia manusia beserta label-label yang disandangkan tatanan sosial kepada individu. Yang tidak pernah linglung akan kesejatian dirinya dan mampu melihat hitam-putih, salah-benar, secara murni-jernih-tulus.

Ya Rabb, aku hanya meminta diri sejatiku. Yang tidak pernah limbung, goyah ataupun rusak oleh serangan bertubi-tubi dari sekumpulan hawa nafsu manusia. Yang tidak bisa ditipu oleh gagasan-gagasan ilusi fatamorgana dunia.

Ya Rabb, aku hanya meminta diri sejatiku. Kawan hakiki yang mengajarkan cinta kasih-Mu disaat aku hancur lebur sendirian dan tak bisa melihat, mendengar dan merasakan sesuatu dengan kesadaran akal pikiran dan hati yang jernih, luas, mendalam.

Ya Rabb, aku hanya meminta diri sejatiku. Belahan jiwa yang selalu kurindukan hadirnya di tiap jengkal tapak kesunyian yang kutempuh.


-V.E.P, 03.03.22, dalam dekapan sunyi