Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Senin, 26 November 2012

Sarung



Sarung itu ia dekap erat-erat dengan kedua lengannya. Lalu, ia benamkan wajahnya pada sarung itu. Dua lubang udara menghirup dalam-dalam aroma yang tertinggal di tiap serat-serat kainnya. Dari situlah ia mengeja kenangan.

Matanya membasah. Ada kerinduan yang mengental dan menggumpal di dada. Kerinduan yang musykil mengecupi pertemuan. Kerinduan yang terbaca jelas oleh airmata.

Pada sarung itu, tertinggal aroma. Aroma ibunya. Dari situlah ia mengeja kenangan. Ia dan ibunya telah lama terpisah oleh satu batas: kematian.

-Vinny Erika Putri, Cirebon, 26.11.12.

Sabtu, 10 November 2012

Tangis Gadis di Atas Sajadah



Sesak yang mencekik itu mencipta luruhan bulir-bulir embun di sudut mata sang gadis. Dalam telimpuh di atas sajadahnya, ia kembali menundukkan kepala kepada Sang Maha Penyayang bersama sengguk perih yang lirih. Sekuat tenaga ia hempas dendamnya.

"Aku tak perlu menghitung-hitung dan menakar seberapa adil, sebab Engkau Maha Mengetahui, Maha Adil lagi Maha Perhitungan. Cukup kumohonkan cahaya-Mu terus meneran
giku," bisik gadis itu dalam hati dengan tangan menengadah.

Kilat-kilat ingatannya berkelebat. Lalu, terhenti pada titik ketika wanita yang menjadi onak itu mencabik-cabik hatinya.


"Aku bersyukur, dia adalah lelaki yang Tuhan kirimkan untukku, walau dengan cara yang menurut kamu menyakitkan. Dan dalam waktu dekat ini, kupastikan akan menikah dengannya. Kamu, hanya masa silam yang tidak penting sama sekali."


Ada senyum sinis bercampur perih tergambar pada bibir gadis itu mengingat tulisan-tulisan yang tertera pada sebuah layar kotak. Kata-kata wanita onak itu seperti sebuah anekdot lucu. Bagaimana tidak? Yang menjadi masa silam tak pernah sama sekali mengusik mereka yang telah menera luka. Tapi, wanita onak itu sendirilah yang menghadirkan gadis itu sebagai bayang-bayang mereka.


Gadis itu masih di atas sajadah. Entah telah berapa lama ia mengadu pada Tuhan-Nya dengan linang airmata yang masih saja meruah. Dan Tuhan memang selalu romantis, Dia membelai hati sang gadis dan memberinya ketenangan.


-Vinny Erika Putri, 10.11.12.

Kamis, 01 November 2012

Mengadu Pada Aksara



Aksaraku lebih liar dari yang sudah
Menelanjangi rasa yang sembunyi
Di sudut hati tanpa ampun
Gurat lekukannya selaju riak jiwa
Yang lama memeram rusuh dalam diam
Ah, lagi-lagi aku mengadu pada aksara

-Vinny Erika Putri, 01.11.12

Kau dan Sahabat



Jikalau sahabat-sahabat terdekatmu tak memberitahukan permasalahannya, bukan berarti dirimu tak penting lagi baginya. Terkadang, setiap manusia ada saatnya membutuhkan ruang untuk dirinya sendiri merenung. Pun ada kalanya mereka harus memilih mana yang perlu dibagi dan mana yang tidak.

Jikalau sahabat-sahabat terdekatmu tak membagi kabar bahagianya padamu, bukan berarti mereka melupakan atau sengaja menyembunyikannya darimu. Justru mungkin, mereka tak ingin menyakitimu dengan kabar bahagia itu lantaran mereka mengerti betul dengan kondisimu. Yah ... mengerti betul sebab pernah berjuang bersamamu untuk mendapatkan kebahagiaan yang sama itu.

Perjalanan kebersamaan yang tak singkat, cukup membuatmu mengerti bahwa tanpa mereka menceritakan seluruh hidupnya kepadamu, sahabat tetap sahabat. Menghargai seperti mereka menghargaimu ketika kau memilih tidak melulu membagi apa yang tengah kau rasa. Ingatlah riuh canda serta suka duka yang pernah dilewati bersama, bukankah itu sudah cukup menghadirkan lengkung senyum di bibirmu?

Vinny Erika Putri, 01.11.12. 

Wanita di Panti Wreda



Ingin kembali mengunjungi sebuah Panti Wreda dimana aku bertemu seorang wanita "depresi" berkerudung. Usianya kuterka kira-kira sekitar 3 tahun di atasku.

Menurut ibu-ibu yang sepanti dengannya, ia mengalami depresi berat -yang menurut keluarganya- karena beban pekerjaan dan diselingkuhi oleh tunangannya kemudian ditinggalkan. Dan ketika wanita itu mengamuk di luar kamarnya acapkali diiringi ocehan-ocehan mengenai pekerjaan dan laki-laki itu. Ia tidak pernah memukul ataupun menyakiti penghuni panti lainnya, hanya mengoceh dan membanting barang-barangnya sendiri ketika mengamuk.

Tapi, satu hal yang membuatku terenyuh dan menggelitik penasaranku adalah pernyataan dari salah satu penghuni panti itu bahwa, "Setiap keluar kamar, wanita itu selalu mengenakan jilbabnya. Ia tak pernah melepas jilbabnya kecuali saat di kamar dan dalam posisi sendiri."

Keluarganya telah menyerah dan tak tahu harus berbuat apa kepadanya. Duhai Ar-Rahiim ... berilah ia kebahagiaan, kesembuhan dan kesadaran. Izinkan suatu waktu aku bisa merengkuh ia tuk mengerti isi hatinya. Berbicara dari hati ke hati dengan mengedepankan kesamaan perasaan sebagai wanita. Aku begitu ingin mengenalnya.

Entah ... sekalipun tak ada darah yang sama mengalir di tubuh kami. Ada pedih yang turut kurasakan mendengar kisahnya. Dan tak terbesit rasa takut wanita itu akan menyakitiku ketika kumendekat. Mungkin karena aku memahami bagaimana ia mengeja perih dengan hatinya yang digenggam luka tanpa bisa ia bagi pada sekelilingnya. Atau mungkin belum menemukan orang yang sanggup memahami gelung lara hatinya.

Vinny Erika Putri, Cirebon, 011112.

Air Mata



Kumerebah tanpa pejam di jantung malam
luruh melarut dalam pekat riang kesunyian
Ringkih tersenyum menggenggam luka
Menghela udara yang ejan napasya perih
Lalu, aku merahim pada airmata

Entah telah seberapa hitam legam
Hatiku yang ditikami luka serupa
Oleh dua insan berbeda jelma wajah
Pada pintal masa yang tak satu detak waktu

Ketika cinta tak lagi satu tapi dibagi
Hingga membatalkan janji-janji seorang lelaki
Yang kunamai kepercayaan luluh lantak
Hancur menjadi serpihan beling pengkhianatan
Yang menancapkan luka-luka di hatiku

Ketika simpul cinta yang kukira erat
Menyisakan akhir kisah yang sama
Membuatku paham siapa tulang rusuk cinta
: ialah airmata

-Vinny Erika Putri, 01.11.12

Rembulan yang Separuh



Ada berlaksa-laksa kata tertahan. Mengental dan menggumpal dalam dada. Hingga menjadi bongkah-bongkah yang menyempitkan celah bagi udara tuk mengisi peparu. Sesak. Mencekik.

Jerat matanya terus mengarah ke langit malam. Didapatinya rupa rembulan yang separuh, dan akan tetap separuh dalam jejaring pandangnya. Ia telah lupa, bagaimana cara merefleksikan jelma purnama. Sebab, hati gadis itu tak lagi utuh. Kembali separuh, seperti rembulan itu, dengan nganga luka yang tak kunjung mengatup. Luka itu mencabik-cabik hatinya yang dulu memerahjambu oleh cinta bertuak.


-Vinny Erika Putri, 01.11.12