Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Minggu, 25 Juli 2021

#7. Surat Untuk Diriku Tentang Berita Hari Ini

 


Hai, Vinny Erika Putri.
Aku tahu, sejak Sabtu sore kemarin, kamu tidak sedang baik-baik saja. Kamu telah menekan sedihmu selama 7 hari sejak menerima kabar dari rekan kerjamu yang mengatakan dirinya akan resign. Sabtu siang, tepat 24 Juli 2021, ia berpamitan kepada semuanya setelah 3 hari sebelumnya masih membersamaimu dan anggota tim yang lain di sekolah. Air matamu dan rekan-rekan lainnya pecah, mengalir deras. Kamu, lagi-lagi, kehilangan salah satu anggota tim terbaikmu. Lebih tepatnya, kehilangan anggota keluarga dalam tempatmu bekerja. Kamu menempatkan orang-orang di tim kerjamu tidak hanya sebatas rekan kerja yang mencapai goal-goal lembaga. Tapi juga anggota keluarga yang berjuang, bertumbuh dan mendewasa bersama sebagai dan menjadi manusia.

Hai, Vinny Erika Putri.
Aku tahu, pagi ini pun, kamu tidak sedang baik-baik saja. Kamu bangun dengan perasaan yang tidak keruan. Sini, biar kupeluk erat batinmu. Aku paham, betapa rasa sesak teramat sangat mencekik perasaanmu. Bahkan, saat kenangan perjuangan-perjuangan bersamanya berlintasan di kepalamu dan kamu membuka kembali lipatan surat yang ditinggalkannya untukmu, matamu masih saja basah. Dadamu  bersembilu. Ada rasa sedih mendalam yang masih mendiami relung hatimu. Seperti tangis rekanmu yang mungkin saja dirasakannya saat ia menuliskan surat ini untukmu.



Hai, Vinny Erika Putri.
Aku tahu, sampai dengan sore ini, kamu masih tidak baik-baik saja. Kehilangan selalu menyisakan rasa sedih yang sama. Menangislah. Tidak apa-apa jika kamu belum selesai dengan rasa sedihmu. Tangis yang hadir bukanlah bentuk ketidakrelaanmu untuk melepaskan kelekatan-kelekatan dengannya yang sudah lama terjalin. Tapi ini adalah bagian dari prosesmu menerima sebuah rasa kehilangan dan merangkul kenyataan. Kamu hanya butuh waktu terbiasa membiasakan sesuatu yang tak terbiasa. Tanpa mengurangi realita kesadaranmu, bahwa waktu yang kamu hidupi terus berjalan. Dan kamu tidak bisa hanya diam berhenti tanpa melakukan apa-apa.

Hai, Vinny Erika Putri.
Aku tahu, bahkan sampai dengan malam ini, kamu masih belum baik-baik saja. Tak apa-apa, untuk merasakan tidak sedang baik-baik saja. Terima saja dulu perasaanmu. Aku di sini, merengkuh hatimu, menggenggam erat tanganmu, bersamamu menemani waktu-waktu terberatmu. 
The higher Self of Me, terima kasih, untuk selalu ada bersamaku, hingga aku tak melupakan kehadiran dan kasih sayang-Nya. Aku sudah ridho dengan kepergiannya sejak rekan kerja yang kuanggap bagai adik sendiri, mengabari bahwa kerumitan pengangkatannya sebagai guru BK di cikal bakal tempat kerjanya yang baru, telah selesai diproses dan SK-nya berhasil turun. Setidaknya, dia tidak diberikan harapan palsu di sana seperti awal-awal yang dia rasakan ketika sudah memilih keputusan resign dari lembaga tempatku bekerja. Hatiku sudah cukup tenang dan lega.
Aku memang merasakan kehilangan dan kepincangan diri secara mendadak untuk beberapa saat karena kelekatan-kelekatan kenangan bersamanya yang masih berproses untuk kuterima dan kumaknai sesuai dengan realita yang terjadi. Tapi, terlepas dari itu semua, aku menghargai keputusan hidup yang diambilnya. Aku tetap mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaannya sebagai kakak, sebagai saudara seiman yang Allah pertemukan di lembaga ini dan pernah berjuang bersama. Kuharap, perlindungan Allah senantiasa menjaga dan membantunya beradaptasi dengan cepat di lingkungan yang baru. 
Dan, Wahai Semesta, titip pesan untuknya: 'Hai, kamu, Shofi. Jangan pernah merasa sendirian. Percayai dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum kamu mempercayai orang lain. Percaya, bahwa dirimu bisa menghadapi kesulitan atau tantangan apapun yang menanti di sana. Lebih dari dirimu dan orang lain, gantungkanlah penuh keyakinanmu pada-Nya. Terima kasih, telah mempercayaiku sebagai kakak sekaligus rekan seperjuanganmu. Terima kasih, telah menjadi salah satu orang yang memberikan warna luar biasa dalam buku kisah perjalanan hidupku. Terima kasih, selalu menjadi support sistem yang baik untukku selama kita berjuang bersama. Kita berpisah bukan untuk saling menjauhi. Kelak, akan ada pertemuan kembali di waktu-waktu tertentu. Tumbuhlah mendewasa dan berkembang utuh, penuh, autentik sebagai dan menjadi dirimu sendiri, sebagaimana maksud penciptaan Allah atas keberadaanmu.'

Hai, Vinny Erika Putri.
Apakah hatimu sudah merasakan kelegaan? Embun yang hangat masih saja rebak di sepasang matamu saat menuliskan ini. Terlebih, mengingat esok adalah hari pertamamu dan anggota tim menjalani hari tanpanya.
Air mata ini, tidak seperti malam yang berkesudah. Hatiku sudah lebih ringan. Aku sudah bisa kembali mencerna bahwa sejatinya, orang-orang di sekitarku adalah titipan-Nya yang bisa dipisahkan-Nya kapan saja dari jangkauan lingkar mataku. Allah, lagi-lagi tengah mengajariku untuk bisa lebih dulu menenangkan ombak pasang yang bergulung-gulung di kedalaman samudera hatiku sebelum memenangkan keadaan dengan memanusiawikan semuanya. Pula, aku kembali dipertarungkan dengan rongrongan ego dari dalam diriku sendiri yang mengeluhkan rumitnya keadaan untuk kutaklukkan dengan kebijaksanaan diri. 
Dan ... seperti katamu sebelumnya, bahwa, waktu yang kuhidupi, tidak akan berhenti berputar hanya karena aku berdiam diri dalam kungkungan kesedihan. 
Lantas, adakah yang ingin kamu sampaikan malam ini? Untuk dirimu sendiri?
Oleh karena waktu yang kuhidupi tidak berhenti berputar maka jarakku dengan kematian semakin hari pastilah semakin dekat. Entah kapan tepatnya, pastilah akan datang. Entah takut ataupun belum siap, tetaplah akan menjemput pada waktu yang ditetapkan-Nya. Semoga, saat malaikat-Nya menjemputku, Engkau tidak dalam keadaan memurkaiku, Duhai Rabb Semesta Alam. Sebab, kematian yang seperti itu lebih mengerikan dari kehilangan apapun di dunia ini.
Aku kembali menata langkah, melakukan apa yang bisa kulakukan, dengan sebaik-baiknya, mengharapkan ridho-Nya. 
Dan jika kebanyakan orang menganggap atau menilaiku sebagai poros episentrum gerak suatu organisasi/lembaga yang membuatnya bisa berputar, maka hanya kepada-Nya-lah sebagai tempat kekuasaan tertinggi dari segala pergerakan kuletakkan. Tanpa kuasa-Nya, aku hanyalah manusia tanpa daya upaya. Kelak, ketika satu episentrum itu menghilang, mudah juga bagi Allah mempergilirkan dengan hamba-Nya yang lain. Jadi, tugasku, hanyalah menjalani apa yang menjadi peranku di sini pada masa ini. Bukan sebagai penguasa, tapi sebagai hamba-Nya yang menjalani bagian dari takdirku di tempatku bekerja dan mengabdi sekarang.

 -Vinny Erika Putri, 25.07.21