Sabtu, 10 Oktober 2020

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri



Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah tentang bagaimana aku berproses untuk belajar mencintai diriku sendiri. Yang bahkan, pada awalnya, dalam perkara ini sama tak mudahnya dengan perkara mencintai orang lain. Saat belajar mencintai diri sendiri, terkadang, batin tak luput dari banyak pertentangan yang justru melukai diriku sendiri. Ya, melukai diri sendiri saat kurasakan penolakan-penolakan diri atas kelemahan/kekurangan yang kumiliki; memaki dengan jengkel atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat diri; atau merutuk kesal ketika terjadi ketidaksesuaian antara realita dengan harapan yang diinginkan. Sampai akhirnya, aku memahami makna dari menerima diriku sendiri untuk bisa mencintai diri sendiri. Dan ini, prosesnya berlangsung seumur hidup dengan tingkat ujian kehidupan yang berbeda-beda di setiap fasenya.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah hadir secara nyata menerima bagian dari diriku. Utuh. Bahkan untuk sesuatu yang dianggap buruk dan tidak menyamankan.
Hadir menerima pikiranku. Pikiran yang tak henti-hentinya berpikir. Pikiran yang haus akan rasa ingin tahu. Pikiran yang imajinatif. Pikiran yang berpikir jauh ke depan. Pikiran yang terus berkembang tanpa batas. Pikiran yang berdiri sendiri. Pikiran baik. Pikiran buruk. Pikiran jahat. Pikiran suci. Pikiran yang terkadang menghasilkan pemikiran rumit, kompleks dan sulit dipahami orang lain.
Hadir menerima perasaanku. Perasaan yang mengandung banyak emosi nyata didalamnya. Emosi dari rasa marah, kecewa, khawatir, takut, sedih, senang, bahagia, tentram, damai, tenang dan bentuk emosi lainnya yang datang silih berganti. Terkadang saling menyeimbangkan. Juga bisa menumbangkanku saat aku berada dalam situasi kondisi tertentu.
Hadir menerima realita keberadaan orang-orang di garis hidupku. Orang-orang yang hanya singgah menyisakan luka-luka sekaligus mengajariku bagaimana cara untuk sembuh. Orang-orang yang datang dan pergi dalam sekejap namun memberikan banyak hikmah kebaikan. Orang-orang yang memutuskan pergi oleh beberapa sebab setelah sempat menetap beberapa waktu. Orang-orang yang masih memilih bertahan bersamaku.
Hadir menerima realita keberadaanku di garis hidup orang-orang. Aku sebagai orang yang ditakdirkan singgah menitipkan luka-luka pada hati mereka. Aku sebagai orang yang datang dan pergi dalam sekejap namun meninggalkan (mungkin) sedikit ingatan baik untuk mereka. Aku sebagai orang yang memutuskan pergi dari mereka oleh beberapa sebab setelah sempat menetap beberapa waktu. Aku sebagai orang yang memilih bertahan menetap bersama mereka.
Hadir menerima takdirku. Takdir terang maupun gelap. Hitam maupun putih. Pahit maupun manis. Suka maupun duka. Atau mungkin juga takdir yang masih abu-abu.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Adalah sebuah keterhubungan dengan diri sendiri untuk bisa memaknai semua yang terjadi dalam hidupku secara sadar.
Keterhubungan dengan pikiranku. Terhubung dengan apa yang kupikirkan, bagaimana pikiranku bekerja menilai dan memahami sesuatu dalam hidup juga dampak tindakan yang dihasilkan darinya.
Keterhubungan dengan perasaanku. Terhubung dengan semua perasaan yang dititipkan-Nya padaku, baik yang menyamankan ataupun tidak menyamankan dan merengkuhnya untuk dipahami agar tak terpuruk terlampau lama ataupun bahagia secara berlebihan.
Keterhubungan dengan jiwaku. Terhubung dengan segala bentuk manifestasi diri dalam jiwa, baik jiwa yang putih terang ataupun hitam pekat untuk mengajarinya kebijaksanaan dalam berpikir, bertindak juga berperasaan. Pula untuk memberinya arah dan tujuan hidup.

Tentang selalu ada dan berdiri untuk diriku sendiri
Bukanlah tentang mengkultuskan diri dan mengabaikan keberadaan orang lain apalagi menganggap diri-Nya tak ada. Tapi tentang belajar mencintai diriku sendiri, hadir menerima bagian dari diriku dan keterhubungan dengan diriku sendiri. Dengan begitu ... aku tak mudah hancur lebur oleh hantaman cobaan atau mabuk terlena dengan kebahagiaan yang diberikan dunia. Dan kakiku bisa tetap seimbang melangkah dengan hati yang luas, seluas semesta-Nya.

-Vinny Erika Putri, 10.10.20, Perjalanan kontemplasi dariku untuk diriku sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar