Ketika Masaku Tak Lagi Kanak-Kanak

Ketika Anak-Anak Menjelma Dewasa dan Ibu Semakin Menua

It Is Okay Not To Be Okay

It Is Okay Not To Be Okay Eventhough You Are A Mother

Pergi Untuk Kembali

Pergilah, Untuk Kembali Tumbuh Menjadi Dirimu

Dandelion

Kebertahanan Hidup, Kenyamanan dan Kedamaian

#1. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Mencintai, Hadir Menerima dan Keterhubungan dengan Diri Sendiri

#2. Tentang Selalu Ada dan Berdiri untuk Diriku Sendiri

Sebuah Muara Kesadaran Kemana Seharusnya Keterhubungan Diri Terhubung

Senin, 28 Agustus 2017

Tentangmu: Pagi, Malam dan Hujan?



Apa yang kau suka dari malam? 
Sunyi; kata-kata; keterbukaan dan kejujuran atas segala yang dirasakan hati pada diri sendiri dan pengaduan paling syahdu kepada-Nya.

Apa yang kau suka dari pagi?
Hidup baru, reinkarnasi harapan, kehangatan mentari, luka batin manusia yang acapkali secara sembunyi-sembunyi kuamati dan kuanalisa, ingar-bingar tawa yang akrab bersama orang-orang, keterhubungan dengan kehidupan banyak manusia. 

Apa yang kau suka dari malam dan hujan? 
Kedamaian jiwa, sunyi yang lebih tenang dari biasanya, penglihatan gambaran kehidupan yang dititipkan-Nya padaku untuk kumaknai. 

Apa yang kau suka dari pagi dan hujan? 
Keteduhan, rasa menepi sejenak dari ramai yang akrab, sunyi sesaat yang bisa kunikmati ketika menyingkir dari bising kepala, harapan akan terlihatnya sebuah pelangi. 

Dan apa yang paling kau suka diantara semuanya? 
Waktu disaat aku bersama diriku sendiri. Waktu di mana aku bisa melihat cermin diriku sendiri hingga ke relung hati terdalam dan paham apa saja yang disembunyikan di sana. Entah sebuah luka, ketakutan, kerapuhan, kebahagiaan, keberanian, kekuatan, harapan maupun doa-doa. Yang kesemuanya itu membawa segala pemikiran, perenungan, perasaanku pada kesimpulan sekaligus pengingat bahwa aku benar-benar membutuhkan uluran tangan-Nya. Aku menginginkan-Nya selalu bersamaku. 

Pagikah itu? Malamkah itu? Malam yang berkawan hujankah itu? Pagi yang berkarib hujankah itu? Atau hujankah itu? 

-Vinny Erika Putri, 20.07.17

Minggu, 27 Agustus 2017

Sebuah Rumah



Aku memimpikan sebuah rumah, yang ketika berada di sana, diri ini utuh terhubung dengan segala kealamian alam. Kealamian alam yang tak pernah membosankan untuk dinikmati dan diakrabi.

Aku memimpikan sebuah rumah, yang ketika kuterbangun, kesejukan udara dari hijau pegunungan atau perbukitan menjadi napas pertama yang kuhirup. Yang ketika kuberanjak keluar menyambut mentari pagi, kaki-kaki ini bisa merasakan lembutnya bulir-bulir embun. Yang ketika kumelangkah keluar depa demi depa darinya, kutemukan hijau persawahan terbentang luas sejauh mata memandang. Yang ketika kumemejam mata, kurasai debur aliran sungai jernih dan kicau burung terdengar serupa melodi. Melodi terbaik yang mengalahkan karya seni terbaik bentukan manusia.

Aku memimpikan sebuah rumah, yang ketika berada di sana, tak kutemui kebisingan atau hiruk-piruk metropolitan, tapi keheningan yang menjernihkan. Yang ketika berada di sana, tak kurasakan sesaknya tempat dengan gedung-gedung pongah yang saling berkompetisi menawarkan berbagai macam etalase gaya hidup untuk manusia-manusia urban. Atau sibuknya manusia-manusia dengan berbagai kepentingan dunianya hingga kehangatan tak lebih dari sekedar rutinitas senyum-sapa.

Aku memimpikan sebuah rumah, yang ketika aku tak berada di sana, aku tahu ke mana aku harus kembali. Yang ketika aku membutuhkan ruang untuk "menepi sejenak", tempat itu menjadi tempat yang pertama kali kuingat dan kuinginkan. Yang ketika aku tak berada di sana dan tengah menghadapi dunia dengan segala kepenatannya, aku tahu ke mana aku harus pulang.

Aku memimpikan sebuah rumah. Lalu kusadari, ternyata, aku tengah didera kerinduan yang amat sangat pada tanah lahir.

Semoga, beberapa puluh tahun ke depan, bahkan seterusnya, rupamu tetaplah sama: hijau alami nan menyejukkan. Usah menjelma gedung-gedung pongah yang saling bersaing menunjukkan kehebatannya.

-Vinny Erika Putri, 13.06.16

Satu Jam, Rasa Menepi Sejenak



Duduk, "menepi sejenak". Mengamati lalu-lalang orang-orang, merasai gerak halus semesta, menghubungkan diri secara utuh dengan keadaan sekitar dan tak berpikir apapun selain menikmati waktu bergulir begitu saja.

Duduk, "menepi sejenak", keluar dari "arena kehidupan" dalam sebuah lintasan waktu. Dan diam menyaksikan pergerakan hidup dari belakang layar. Bersama diri sendiri sebagai sahabat setia.

Duduk, "menepi sejenak", melepaskan apa yang terlalu diinginkan pikiran. Terbang dari sempitnya kotak-kotak pikiran ke lingkaran yang lebih luas dan meleburkan diri dengan keadaan sekitar.

Sesederhana itu. Untuk menemukan perspektif baru.

Sesederhana itu. Untuk tetap mensyukuri segalanya.

Sesederhana itu. Untuk memulihkan kekuatan diri hingga siap kembali ke "arena kehidupan" dalam sebuah lintasan waktu.

-Vinny Erika Putri, 27.05.2016

Selasa, 22 Agustus 2017

Harapan, Ruang Kosong dan Kesunyian


Harapan datang
Meyakinkanmu akan kebahagiaan sekaligus menyelipkan keraguan
Akankah berakhir di ujung yang sama?
Seberapa lama harapan ini bisa bertahan untuk tidak mati?

Harapan datang
Bersamaan dengan ruang kosong yang dibawanya
Ruang kosong dimana kau berpikir kembali tentang sebuah harapan itu sendiri
Ruang kosong dimana kau merasakan keraguan yang begitu menyesakkan dan memedihkan
Ruang kosong dimana kau bertanya-tanya tentang apa yang membuat harapan tetap hidup
Ruang kosong ketika kau bertanya pada dirimu sendiri: berhenti di sini atau tetap melangkah? Benarkah ini yang kuinginkan?
Ruang kosong yang akrab dengan cecap asin air mata sekaligus gema doa-doa
Ruang kosong tempat kau mengambil jeda, suri dari keramaian hidup dan membebaskan segala isi kepalamu juga perasaanmu

Hingga ketika kau berada di ruang kosong ini, kau menyadari sesuatu
Bahwa kau tidak bisa berlari dari kesunyian dan akan selalu membutuhkannya untuk menemukan makna.
Kesunyian adalah pecahanmu, bagian dari dirimu, tempat kau bertanya banyak hal, menyenandungkan luka-luka, kerapuhan sekaligus mengumpulkan keping-keping kekuatan untuk sembuh darinya
Dan dalam kesunyianlah, kau bisa merasakan harapan juga ruang kosong yang dibawanya untuk menyadarkanmu akan realita

-Vinny Erika Putri 22.08.17