Sabtu, 11 Maret 2023

Temukan Sendiri Formulanya


Ada suatu percakapan sore yang membuatku tergelitik untuk menuliskan sudut pandangku mengenai gaya parenting dan salah satu hal yang mungkin juga menjadi pikiran banyak wanita sebagai ibu dari satu anak atau lebih. Percakapan bermula dari dirinya yang berkisah tentang pola asuh yang diterapkan ke anak-anaknya.
Vin, menurut lu, pola asuh yang gue terapkan ke anak gue, udah bener belum? Kata orang begini begitu. Kata ilmu parenting begini begitu. 
Jawabannya mau panjang apa pendek nih?  
Apa kata lu aja deh, gue banyak dapet masukan dari kanan-kiri-depan-belakang yang bilang ini bener itu salah. 
Jawaban simpelnya dulu nih ya, "Tutup telinga lu dari apa kata orang. Kagak usah kebanyakan tengok kanan-kiri-depan-belakang." 
Udah, kayak gitu doang? 
Ya kayak gitu doang kalo lu kagak mau stres. Lagian kalo gue kasih penjabaran panjang, lu siap dengerin? 

Dia mengiyakan, lanjutlah aku ceramah tipis-tipis. 

Oke. Yang jelas gue kagak bakal mempatenkan mana gaya parenting yang bener mana yang salah. Pertama, karena gue belum punya anak yang lahir dari rahim gue sendiri. Kedua, gue bukan orang yang ahli apalagi mumpuni soal ilmu-ilmu terkait parenting secara akademik ataupun pengalaman. Disclaimer-nya, ini hanya pandangan gue, yang juga punya banyak bias, belok bahkan mungkin pengaburan.

Aku mengambil jeda napas untuk diriku sendiri dan melihat banyak sudut pandang yang sebisa mungkin menjadi opsi untuk jawaban. 

Pertama, Tuhan menciptakan anak lu yang udah jelas berbeda dari anak lainnya. Bukan cuma anak lu aja malah. Setiap manusia diciptakan dengan pembawaannya masing-masing. Jangankan anak orang lain dengan anak lu, kembar dalam satu keluarga aja kagak mungkin plek ketiplek sama. Mereka individu yang punya warna dan keunikannya sendiri. Jadi, ya, jangan bandingin anak lu sama anak tetangga. Termasuk dalam hal pola asuh. 
Kedua, setiap rumah tangga, punya racikan formulanya sendiri, yang lagi-lagi bakal beda dengan rumah tangga lainnya. Termasuk menentukan pola asuh. Lu dengan pasangan, yang dibentuk dari latar belakang keluarga berbeda aja, masih harus menyesuaikan diri dan bersepakat tentang gaya parenting (pengasuhan) kalian sebagai orang tua. Terus, ngapain repot-repot ngebiarin orang lain ikut ngerecokin? 
Ketiga, tidak ada ilmu parenting yang murni benar. Karena kalau sudah sampai pada claim kata "benar", nantinya jadi pembenaran yang diperdebatkan. Lalu, terjadi stagnasi atau kemandekan pada bidang ilmu tersebut. Atau, terparahnya, matilah ilmu tersebut dalam kata "benar" yang salah kaprah. Dalam ilmu parenting, yang ada hanya kata cocok-tepat atau tidak untuk nantinya ditiru-modifikasi-kembangkan. Penerapannya pun trial and error kasus per kasus dimana setiap kasusnya, balik lagi, menyesuaikan dengan versi rumah tangga masing-masing. Pola asuh bisa aja mirip, tapi gaya parenting jelas bakal berbeda. Tergantung situasi-kondisi personal rumah tangga yang ngejalanin.

Sunyi beberapa jenak. Tampaknya, sesuatu mulai masuk di pikirannya, sebelum akhirnya, sebuah pertanyaan bergulir dari bibirnya,

Terus, gue harus gimana?  

Ya tetep belajar dari banyak guru, mentor atau media manapun. Tapi jangan sampai mabok copy paste dimana semuanya lu terapin mentah-mentah ke anak. Karena anak lu bukan skripsi yang bisa di-copy paste dengan kutipan jurnal ilmiah untuk penguatan landasan teori. Saring dengan intuisi, feeling, intelektual yang lu punya sebagai orang tua, terus diramulah tuh jadi satu. Percaya dengan orang lain pun, lihat-lihat dulu, kapasitas orang itu ada di tingkat mana.

Lu berarti kagak pernah ngadepin kesulitan, ya, selama nanganin murid-murid?

Meledaklah tawaku dalam hati, lalu berujar, 

Gue yang udah pengalaman jadi guru 10 tahun aja, soal mempelajari anak-anak, kagak abis-abis bab kisah perjalanan jatuh bangunnya. Saking apanya coba? Saking kompleks dan luaaaarrrr biasanya mereka itu. Mau tahu kagak, apa jurus terakhir gue nih, atas pertanyaan lu, yang kadang gue juga pertanyakan ke diri sendiri saat pening ngadepin murid-murid. 

Apa tuh?  

Terakhir nih ya, balik lagi semuanya tuh ke Allah. Lu atau gue mau punya ilmu sekaliber ahli parenting, psikolog anak, tokoh publik, pemuka agama, dengan gaya parenting terbaik sekalipun, kagak ada apa-apanya. Kita dan mereka juga manusia yang punya stressor-nya sendiri ngadepin anak-anak atau problematika hidup lainnya. Apa yang mereka bicarakan soal gaya parenting adalah gaya parenting dari pengalaman mereka menangani masalah. Yang mereka bagikan kepada kita adalah pertukaran informasi dan pengalaman. Sementara, Allah itu, satu-satunya Dzat yang memegang jiwa, hati dan akal pikiran anak-anak lu. Dia, yang Maha Mengetahui anak-anak, lu. Jadi, balik lagi, kan, ujung sandarannya ke Pemilik Segala Ilmu Yang Tak Terbatas dari tetesan ilmu yang diketahui, dikuasai, diaplikasikan manusia di dunia.

Lagi-lagi, dia memberikan jeda balasan yang agak lama. Kalau sudah begini, sepertinya, lebih baik langsung ke kesimpulan akhir agar pikirannya tidak bertambah rumit.

Gini, intinya, dari penjabaran panjang gue, temukan sendiri formulanya. Caranya, terus belajar meng-upgrade diri dan berdamai dengan proses yang seringkali tidak menyamankan hati. Lu kagak salah, mereka juga kagak salah. Kalian hanya punya sudut pandang berbeda soal anak-anak kalian yang diciptakan berbeda pula oleh Allah. Fokus pada apa yang bisa dikembangkan dari masing-masing formula. Karena, kalau semua formula dibuat sama, dunia ini terlalu membosankan.

Lebih jauh lagi, aku bisa mengambil kesimpulan lain yang terbaca setelah dirinya berterima kasih dan mengatakan kelegaan perasaannya. Bahwa, dia hanya butuh penenangan, penguatan dan perspektif yang tidak menyudutkan.


- V.E.P, 11.03.23

0 komentar:

Posting Komentar